JAKARTA - Dalam pidato kenegaraan HUT ke-70 RI di gedung DPR/MPR beberapa waktu lalu, Presiden Joko Widodo (Jokowi), mengatakan pemerintah masih mencari jalan paling bijak untuk menyelesaikan kasus pelanggaran HAM.
Sebelumnya sejumlah pihak sempat memperkirakan Presiden Jokowi akan menyatakan permintaan maaf dalam pidato kenegaraan tersebut. Namun Wakil Presiden Jusuf Kala (JK) menepis hal tersebut.
"Issu permintaan maaf itu, timbul dulu diperkirakan dalam pidato kenegaraan presiden (14 Agustus 2015). Tapi ternyata kan tidak ada. Tidak tahu dasarnya apa, tapi yang jelas tidak ada itu permintaan maaf dari presiden. Karena tidak jelas mau minta maaf oleh siapa atas salah apa kan," ujarnya.
Sementara itu Jaksa Agung M Prasetyo menjelaskan, permintaan maaf oleh pemerintah kepada korban pelanggaran HAM 1965 dan 1966 bukanlah sesuatu yang mudah dilakukan.
Sebab sebelum meminta maaf, pemerintah perlu mengungkap kebenaran, dan hal itu sulit dilakukan mengingat kejadian tersebut sudah terjadi 50 tahun yang lalu.
Selain itu, Prasetyo juga menuturkan, bahwa adanya perbedaan pendapat mengenai yang seharusnya dilakukan pemerintah telah membuat proses rekonsiliasi akan memakan waktu lama.
"Yang menggembirakan dari pihak Komnas HAM sendiri sudah sepakat dan satu semangat dengan kita (pemerintah) untuk menyelesaikan secepatnya. Keluarga korban juga sudah menyatakan persetujuannya," katanya.
Namun, Nani Nurani, seorang wanita berusia 74 tahun yang pernah dipenjara setelah dituduh merupakan bagian dari Lekra dan PKI hanya karena menjadi seorang penari, masih menuntut permintaan maaf dan pemulihannya nama baiknya. Proses hukum Nani hingga saat ini masih diperjuangkan dan sudah memasuki tahapan kasasi.
"Kalau untuk saya, sebenarnya kalau mungkin tidak sekedar minta maaf, tapi kalau untuk pribadi harus diletakkan hukum itu di mana? Hak saya itu di mana? Kalau kasus saya sudah jelas ke pengadilan, diselesaikan dong," ujar Nani.
Presiden Jokowi ketika berkampanye sebagai calon Presiden RI mengatakan, penyelesaian kasus-kasus pelanggaran HAM akan menjadi prioritasnya. Setelah hampir satu tahun pemerintahannya, masih belum terlihat tanda-tanda upaya penyelesaian kasus HAM 1965.
Dalam pembantaian massal 1965 hingga 1966 yang terjadi setelah 30 September 1965, banyak warga Indonesia yang dibunuh, dihukum, dan diasingkan tanpa melalui proses hukum peradilan.
Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi (KKR) yang diharapkan dapat menyelesaikan masalah ini, belum dapat dibentuk, setelah Mahkamah Konstitusi membatalkan Undang-undang KKR.